Selasa, 29 Mei 2012

Melukis Surga


Aku berjalan melalui sebuah lorong menuju kesebuah ruangan yang tepat ada dipersimpangan lorong lainnya. Aku ditemani seseorang yang mengenakan jas putih dan berkaca mata,membuka ppintu yang terbuat dari kayu jati dengan dilapisi cat putih yang hampir memudar dan mulai memasuki ruangan itu seraya berkata "selamat pagi". aku menghampiri orang yang mengenakan pakaian berwarna hijau cerah yang duduk diatas tempat tidur yang kasurnya kini tak lagi empuk.

Aku memulai pembicaraan dengan berkata
"bagaimana kabarmu hari ini, luna?"
sambil menaruh apel diatas meja yang ada disebelah tempat tidur yang sedang di dudukinya. lalu aku menghampiri luna dan membelai rambutnya yang panjang dan halus. aku kemudian mendekap tubuh luna dan mataku tak sanggup lagi membendung air mata yang jatuh keatas pundaknya. dokter itu memberikan aku selembar tissue, dan akupun menghapus air mata yang membasahi pipiku. aku menuju kesebuah kursi dipojok ruangan itu yang terletak disebelah jendela yang terbuka. disana aku mulai perbincanganku dengan luna

untuk menghangatkan suasana aku kembali menanyakan pertanyaan yang tadi tak mendapatkan jawaban.
"bagaimana kabarmu hari ini, luna?"
"tidak bisakah kau mengganti pertanyaanmu, kenapa kau harus memberiku pertanyaan yang sama setiap harinya?"
"maaf, aku hanya ingin tahu kabarmu hari ini. dan aku harap kabarmu sekarang lebih memaik daripada kemarin."
"hentikan semua ocehanmu, tidakkah kau bisa melihat bahwa aku disini sakit, sakit yang kurasakan itu jauh lebih sakit dari saat kau kehilangan tanganmu atau saat kau kehilangan suaramu !!"
"ya aku tahu rasanya. tapi rasa sakit yang kau alami hanya dapat disembuhkan oleh kasih sayang. rasa sakit hatimu itu hanya bisa disembuhkan oleh satu obat yaitu kasih sayang"
"diamlah, bodoh !!, apa yang kau tahu tentang rasa sakit yang kurasakan? kau bahkan tak tahu seperti apa rasanya."
"maka itulah aku disini, aku akan mengobati rasa sakit yang kau rasakan"
"ah.. diamlah. mengerti apa kau tentang diriku?"

aku tak ingin membuat suasana semakin panas, maka aku hany aterdiam dan melihat keluar jendela seperti yang dilakukan luna. tak lama luna segera mengambil bantal yang ada dibelakang punggungnya, lalu ia mendekap bantal tersebut dan mulai bercerita dengan posisi menghadap kearah jendela dan memandang luas keluar.

"aku memang bukan orang yang beruntung didunia. sepertinya, setiap hariku orang-orang selalu memvonis bahwa akulah yang melakukan kesalahan itu. tapi, tak pernahkah mereka tahu tentang perasaanku. akupun merasakan rasa sakit yang sama seperti mereka. akupun punya rasa takut terhadap apa yang mereka takuti, aku punya rasa iba, rasa kasih sayang, juga rasa sakit. tapi adakah mereka mengerti tentang rasa sakit yang aku rasakan kini?"
luna selalu berkata begitu setiap kali ia teringat kenangan pahit dimasa lalu.

"tapi luna, memang apa yang kau lakukan itu adalah salah. ini adalah kewajibanku menyampaikan kebenaran. tak sepantasnya kau memperlakukan mereka seperti itu, yang kau lakukan itu sangat kejamdan tak ber perikemanusiaan. mungkin bila kau tak sakit kau bisa dihukum mati"

"kenapa..? lihatlah dirimu, kau dengan seenaknya saja memvonis bahwa aku telah dihukum mati begitu? apa hakmu terhadap diriku ?"

"aku memang tak punya hak apa-apa atas keberadaan dirimu, tapi aku adalah saudaramu. sudah sepantasnya aku untuk mengingatkan apa yang kau lakukan itu salah"

dengan nada mengejek luna berkata
"apa yang kau ketahui tentang yang kulakukan itu benar atau salah?  memakai dasi saja kau tak becus"

"ya, mungkin kau benar. tapi aku bukanlah orang yag mudah menyerah pada keadaan. aku tak sepertimu"

"mungkin kau benar, tapi semua yang kau lakukan untuk membebaskanku dari tuduhan itu adalah percuma. yang kau lakukan itu seperti melukis surga dibumi"

"ya, mungkin kau benar lagi. tapi perlahan bila kita berusaha maka surga itu akan tercipta dibumi untukmu"

"tidakkah kau lihat bahwa aku sudah mendapatkan surgaku ditempat ini?"

"apa yang kau maksud?"

"lihatlah surgaku ada disini, aku punya kasur yang empuk untuk kutiduri setiap gelapnya  malam datang (menunjuk pada kasur yang sudah keras yang ia duduki), aku punya makanan yang cukup disini tanpa harus bekerja membanting tulang mencari uang (menunjuk pada nampan makanan yang telah kosong), akupun punya teman yang selalu mengunjungi aku (tangannya kembali enunjuk pada seorang dokter yang ada didekatku)"

"maksudku, apa kau tidak tertarik untuk kembali pada kehidupanmu di dunia luar?"

"ahh, buat apa aku hidup di dunia yang hanya memberiku kapahitan itu, lebih baik disini aku bisa hidup enak"

"tapi ini bukan duniamu"

"tahu apa kau tentang diriku? lebih baik kau pergi dari sini ! adanya dirimu hanya membuat ruangan ini terasa sumpek, pergi kau dasar bodoh !"
(dia melemparkan bantal yang didekapnya padaku)

dokter segera memegangi luna dan memberinya obat penenang. aku memungut bantal yang tadi luna lemparkan padaku, dan memberikannya. dengan sekejap saja luna tertidur seakan lupa tentang kemarahannya terhadap diriku, dan ia pun mulai berbicara dengan nada yang halus.

"kenapa aku tak bisa seperti mereka?"

aku tak mengerti tentang apa yang diucapkannya. tapi, aku harus bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. jika tidak, maka kasus ini takkan pernah terjawab.

"ah, dasar bodoh. kalian memang bodoh. aku tak pernah membunuh mereka (sambil  menangis dan mendekap bantal yang tadi ia lempar padaku)"

"lalu kalau begitu siapa yang membunuh mereka?  jika bukan kau lalu siapa? kenapa kau ada disana saat pemunuhan itu terjadi?"

"orang itu.. orang itu yang telah membuunuh mereka"

luna menunjuk jari telunjuknya pada jendela yang ada dihadapannya. tapi aku masih tak mengerti dengan ucapan 'orang itu'. siapa orang yang telah tega membunuh saudara-saudara luna dan menuduh luna yang membunuh mereka? tapi aku yakin luna bukan pembunuhnya"

"dia..!! dia yang setiap malam selalu datang kesini, dan menyuruhku untuk mengakui akulah pembunuhnya"

ia berkata samil memarahi jendela yang ada dihadapannya itu.

tapi siapa orang yang selalu datang tiap malam itu? bukankah tak ada jam besuk malam disini? berarti orang itu atau pembunuh itu ada disini. dengan kata lain dia mengikuti luna hingga kesini agar luna  tidak membocorkan bahwa dia yang telah membunuhnya.

aku sangat kaget ketika luna mencekik lehernya sendiri, seakan ada orang yang memegangi luna. dan dokterpun menyuntikkan obat bius. begitu serentak luna hanya terbaring di tempat tidurnya sambil memandang kelangit-langit kamarnya.

tak berapa lama setelah itu luna pun segera mengambil pisau yang ada diatas meja disebelah tempat tidurnya. pisau yang tadi aku gunakan untuk mengupas apel, luna gunakan untuk menusuk lehernya. dengan sekejap saja luna terbaring dengan luka yang menganga dan darah yang mengalir dari lehernya. luna pun tak sadarkan diri. tapi sebelum ia menghadap ajalnya ia berteriak dan tertawa terpekik "jangan bunuh aku"

aku hanya bisa terdiam dan meneteskan air mata melihat cara kematiannya yang begitu tragis

tapi, bila si pembunuh itu ada disini kenapa luna harus bunuh diri dengan cara seperti itu? laludokter mengantarku keluar darri kamar luna dan memawaku menuju ruang tunggu.

dokter juga menceritakan bahwa dirumah sakit ini luna pernah memunuhseorang perawat yang baru bekerja di rumah sakit itu sekitar sebulan lamanya. mungkinkah perawat itu pembunuhnya? dokter juga bercerita bahwa perawat itu ingin sekali mengurus luna. namun setelah kematiannya, hanya dokter yang selalu menemani luna.  luna memang mengalami depresi yang sangat berat karena kematian saudara-saudaranya, tapi perlahan dengan pengobatan di rumah sakit jiwa, ingatannya mulai membaik.

sementara setiap kakiku melangkah terasa berat untuk ku pijakkan. disetiap langkah aku selalu terfikir dengan kata-katanya tadi 'melukis surga di bumi', mungkin benar apa yang ia katakan. kasus yang aku tangani tak akan pernah selesai dan aku seakan melakukan hal yang sia-sia selama ini. karena pada akhirnya  sumer bukti itu telah hilang tak meninggalkan jejak bersamaan dengan meninggalnya luna.

darri ruang tunggu aku melangkah menuju tempat parkir dimana aku memarkirkan mobilku. akupun pulang meninggalkan rumah sakit jiwa itu. disepanjang jalan aku selalu memikirkan tentang kata-kata itu 'melukis surga dibumi'. aku mungkin bukanlah seorang pengacara yang bijak, yang tak bisa mengerti  klientnya. tapi rumah sakit jiwa memang bukan tempat yang mudah untuk mendapatkan bukti. tapi keyakinanku bahwa luna bukanlah pembunuhnya tak pernah bisa terjawab hingga sekarang ini. aku tak bisa menyelesaikan kasus  ini, dan sepertinya aku memang sedang melukis surga di bumi. surga yang sedang ku lukis itu adalah milik luna yang kini takkan pernah terwujud.

aku masih tetap yakin dan percaya bahwa surga itu kan tercipta di muka bumi ini kelak, jika kita percaya dan kita yakin kita mampumewujudkannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar